Tuesday, March 20, 2007

Pesan Terakhir Bagi Generasi Muda Indonesia



Koesnadi Hardjasoemantri

Pengantar;

Sebelum meninggal Lapera memiliki rencana untuk menyusun biografi Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri. Belum sempat kami menuntaskan wawancara untuk keperluan penulisan tersebut, rupanya Tuhan berkehendak lain. Berikut adalah sebagian narasi wawancara sebagai surat terbuka hasil dari wawancara dengan Prof. Koesnadi untuk keperluan penulisan biografi tersebut;

Setiap manusia pasti memiliki pengalaman yang membekas dalam hidupnya, apalagi bagi generasi yang sudah berada di ujung perjalanan seperti saya. Orang tua seperti saya yang dimiliki adalah masa lalu, sedangkan angkatan muda yang dimiliki adalah masa depan. Harapan, begitu psikolog perkembangan berkata untuk menunjuk pada satu tenaga yang luar biasa dari angkatan muda. Bukan berarti orang tua seperti saya tidak punya harapan, justru banyak harapan yang sedang ada dalam hati saya saat ini, salah satunya harapan terhadap angkatan muda. Harapan untuk terus memperbaiki nasib bangsanya yang telah diperjuangkan untuk merdeka. Barangkali banyak orang berkata bahwa saat sekarang lebih baik dari zaman kolonial atau revolusi dulu, karena jalan dan kendaraan sudah sedemikian lancarnya, teknologi telah berkembang sedemikian pesatnya.

Namun bagi negara-negara maju barangkali melihat bangsa ini sangat kasihan karena kemiskinan dan keterbelakangan rakyatnya. Karena sekarang harga-harga melambung tinggi, sekolah mahal, rumah sakit mahal, banyak pengangguran, dan lain sebagainya. Kemudian pertanyaannya: kalau begitu apa makna kemerdekaan yang sesungguhnya kalau toh kemudian rakyat tetap menderita? Apakah semata-mata hanya persoalan harga diri sebagai bangsa yang tidak sudi diperintah bangsa lain? Atau juga menyangkut kesejahteraan rakyatnya lahir dan batin? Bagi bangsa yang baru 62 tahun merdeka, semuanya itu masih menjadi teka-teki yang sangat sulit dipecahkan. Untuk itulah harapan kepada generasi muda saya berikan agar teka-teki tersebut terpecahkan, bukan hanya merdeka secara dalam arti politik, tetapi juga merdeka yang sebenar-benarnya. Tidak ada lagi kemiskinan, tidak ada lagi orang kesulitan sekolah karena biaya mahal, tidak ada lagi anak-anak sekolah di bawah jembatan tol sementara para pejabat biasa
lewat diatasnya, tidak ada lagi orang gantung diri karena kemiskinannya, dan tidak ada lagi penderitaan lainnya.

Kalau ada orang ketemu saya pada usia ke 80, barangkali tidak akan percaya kalau saya ini dulunya adalah guru tari sampai saya kelas menengah tinggi. Barangkali orang akan berpikir “ah mana mungkin, wong bergerak saja lambat begitu, menjadi guru tari”. Boleh saja tidak percaya pada saya mengenai kemampuan menari, tetapi kenyataannya memang demikian. Bapak saya adalah mentor dari seniman di Tatar Sunda. Bahkan pernah menjabat ketua Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional [BMKN]. Saya sejak kecil telah diperkenalkan dengan berbagai kesenian terbaik dari tanah Sunda, dan saya belajar tari pada seorang guru tari terbaik di tanah Sunda. Masalahnya bukan hanya mengenai kemampuan menari, tetapi yang lebih penting adalah tumbuhnya kecintaan saya terhadap kebudayaan, khususnya kebudayaan rakyat. Setelah saya menjadi mahasiswa, Rektor, Atase Kebudayaan di Belanda, sampai sekarang saya menjadi ketua Akademi Jakarta, didarah daging saya mengalir jiwa kesenian. Kecintaan saya terhadap kesenian tidak bisa dibendung oleh siapapun, karena bagi saya kesenian adalah nafas kehidupan. Orang yang mengenal kesenian dia akan tumbuh menjadi orang yang toleran, karena dalam kesenian ada perlambang kehidupan. Perbedaan sangat dihargai dalam kesenian, karena dengan perbedaan itulah kesenian tumbuh. Bahkan dalam seni baris-berbarispun ada bermacam-macam ekspresi. Saya sangat kagum pada pekerja-pekerja seni di Prambanan atau Tutup Ngisor Magelang, filosofi mereka adalah matipun kalau bisa di panggung. Betapa totalitas menjadi makna dalam mereka berkesenian.

Juga mengenai pendidikan. Ketika saya mendengar di Solok dibentuk Kepanduan Rakyat Indonesia pada Desember 1945, segera di Jakarta saya membentuknya juga pada bulan Januari 1946 dengan membuat bendera dan simbol sendiri. Karena di kepanduanlah orang diperkenalkan pada nilai-nilai kecintaan terhadap sesama. Ketika saya di daerah gerilya sebagai Komandan Tentara Pelajar [TP] Front I Banjarnegara, kami mengajar anak-anak yang tidak sekolah di daerah gerilya supaya mereka tetap dapat belajar. Setelah saya di UGM, saya dan teman-teman membuat program Pengerahan Tenaga Mengajar [PTM] sebagai wujud keprihatinan terhadap keadaan pendidikan di luar Jawa. Ketika awal-awal program tersebut ditawarkan kepada mahasiswa, tidak ada yang berminat mendaftar jadi guru di luar Jawa. Akhirnya saya dengan beberapa kawan kawan sesama mahasiswa berangkat sendiri keluar Jawa untuk memulainya sebagai tenaga pengajar, dan saya memilih Kupang sebagai wilayah paling timur dari program tersebut untuk memulainya. Ini semua membuat kecintaan saya terhadap pendidikan sangat dalam. Kalau saya melihat bagaimana sistem pendidikan sekarang dilaksanakan, saya rasanya sedih sekali. Anak didik sekarang stress dibebani berbagai macam tugas, sehingga ketika dia berangkat sekolah bukannya dengan riang gembira tetapi dengan beban. Di sekolah dia hanya menunggu bel pulang sekolah, begitu setiap hari.

Demikian juga mengenai Kuliah Kerja Nyata [KKN], barangkali hanya sedikit orang yang tahu dari mana saya mendapatkan gagasan mengenai KKN. Kalau dilihat dari latar belakang keluarga saya yang Pengreh Praja, saya sebenarnya masuk jajaran elit keluarga pada strata kolonialisme, maka orang akan mengira bahwa saya akan tumbuh menjadi pribadi yang feodal. Saya yang memiliki gagasan mengenai KKN tersebut sering merasa risau dengan pelaksanaannya sekarang, dimana KKN hanya sekedar formalitas akademik. Padahal saya mencetuskan gagasan KKN berdasarkan pengalaman pribadi saya di mana saya banyak dibantu oleh rakyat, khususnya ketika saya gerilya di pedalaman Jawa Tengah. Tanpa rakyat saya sudah mati ditembak tentara Belanda. Saya banyak ditolong oleh rakyat sekalipun mereka hidup dalam kesulitan, tetapi betapa mereka sangat baik pada kami gerilyawan yang mempertahankan kemerdekaan republik yang masih sangat muda. Kecintaan saya pada rakyat tidak main-main, semua karena pengalaman saya sewaktu hidup, makan, tidur bersama rakyat dalam revolusi fisik. Merekalah gerilyawan yang sesungguhnya. Ini yang mencetuskan gagasan mengenai KKN. Bahwa kita jangan meninggalkan rakyat, sekalipun kita sudah berada dalam wilayah kehidupan yang berbeda. Dulu ketika jaman saya menjabat Rektor UGM, KKN itu masuk dalam Repelita jadi ada dukungan keuangan dari negara. Namun tiba-tiba saja dukungan tersebut di cabut. Saya sebagai rektor tetap mempertahankan KKN dengan cara membuat tabungan KKN. Kalau mahasiswa membayar biaya KKN dalam satu kali sekaligus terasa berat, maka saya membuat mereka menabung setiap semester yang dibayarkan bersama SPP. Kalau universitas lain begitu dukungan KKN hilang, maka kemudian juga program KKN tidak dilanjutkan. Bagi saya tidak, harus tetap melanjutkan program ini untuk melatih mahasiswa mengenal dan mencintai rakyatnya. Kalau mereka menjadi sarjana jangan sampai mereka meninggalkan rakyat.

Kadang-kadang saya terharu kalau diadakan pertemuan teman-teman, khususnya eks gerilyawan Tentara Pelajar [TP]. Mereka umumnya sudah tua-tua, dan setiap bertemu pasti jumlahnya berkurang karena meninggal. Mereka merasa orang yang tersingkir dari pergaulan bangsanya. Sering mereka bertanya pada saya, “Apa yang dapat saya sumbangkan untuk bangsa ini sementara saya sudah renta begini?” Saya jawab supaya mereka berbuat sesuatu bagi lingkungan terdekatnya. Mereka kan anggota masyarakat, mereka bisa saja memberi nasehat supaya orang toleran. Barangkali mereka berpikir bahwa dulu berjuang bukan untuk melihat bangsanya seperti ini, tersekat-sekat oleh berbagai kepentingan sempit. Tapi itulah, kadangkala kita punya harapan yang berbeda dengan kenyataan. Saya sendiri bersyukur masih dipercaya untuk menduduki berbagai jabatan dalam organisasi. Ini anugerah yang luar biasa bagi saya secara pribadi.

Saya sendiri masih diberi usia yang cukup panjang untuk ukuran orang Indonesia, 80 tahun. Walaupun beberapa kali saya hampir tertembak oleh musuh dalam beberapa kali kesempatan bentrok senjata waktu jaman revolusi, namun Alhamdulillah saya sampai sekarang masih sehat. Saya percaya bahwa kematian itu adalah milik Yang Kuasa. Tiga kali saya merasakan bahwa nyawa saya bisa saja melayang, namun karena kuasaNya semua tidak terjadi pada saya. Untuk itulah saya tahu ada kekuasaan diluar nalar sebagai manusia.

Saya adalah bagian dari manusia Indonesia yang memiliki pengalamannya sendiri. Mempelajari sebuah bangsa pada hakekatnya juga mempelajari manusianya, karena bangsa itu terbentuk dari imajinasi manusia yang hidup di dalamnya. Karena saya lahir lebih dulu, supaya bangsa ini memiliki ingatan tentang dirinya sendiri kiranya perlu untuk menuliskan salah satu perjalanan hidup manusia yang tinggal di dalamnya.

Sebagai manusia kiranya rasa syukur perlu senantiasa dipanjatkan terhadap Sang Pencipta. Tentu rasa syukur tidak terhingga saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah mengaruniakan umur yang panjang untuk ukuran orang Indonesia yang disertai dengan kesehatan. Banyak orang mengatakan bahwa ketahanan fisik saya sampai sekarang tetap prima walaupun sudah 80 tahun, ini semua hanya semata-mata dari-Nya. Bagi saya kalau masih diberi kesempatan untuk tetap menghirup nafas maka berarti kewajiban untuk mengabdi masih tersedia. Untuk itulah saya selalu mengucapkan syukur atas segala sesuatu yang terjadi pada tubuh yang semakin renta ini.

Tentu saja saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang telah mewarnai hidup saya sepanjang usia saya. Sangat banyak seandainya disebutkan nama-nama yang begitu baik, untuk itu saya tidak akan menyebutkannya satu namapun. Sebagai makhluk sosial sudah sepantasnya kita bergaul, bekerja bersama dan memberikan kepercayaan kepada setiap manusia. Disitulah hakekat kemanusiaan menurut saya, manusia yang tidak dapat hidup sendiri dalam keterasingan.


Dinarasikan oleh Himawan Pambudi
Ketua LAPERA Indonesia
Pesan Terakhir Bagi Generasi Indonesia;

Friday, March 9, 2007

Terlambat Mengenal Mr. Lopa


Dalam menegakkan hukum dan keadilan, Lopa, jaksa yang hampir tidak punya rasa takut, kecuali kepada Allah. Dia, teladan bagi orang-orang yang berani melawan arus kebobrokan serta pengaruh kapitalisme dan liberalisme dalam hukum. Sayang, suratan takdir memanggil Jaksa Agung ini tatkala rakyat membutuhkan keberaniannya. Tetapi dia telah meninggalkan warisan yang mulia untuk menegakkan keadilan. Dia mewariskan keberanian penegakan hukum tanpa pandang bulu bagi bangsanya.

Ketika menjabat Jaksa Tinggi Makassar, ia memburu seorang koruptor kakap, akibatnya ia masuk kotak, hanya menjadi penasihat menteri. Ia pernah memburu kasus mantan Presiden Soeharto dengan mendatangi teman-temannya di Kejaksaan Agung, di saat ia menjabat Sekretaris Jenderal Komnas HAM. Lopa menanyakan kemajuan proses perkara Pak Harto. Memang akhirnya kasus Pak Harto diajukan ke pengadilan, meskipun hakim gagal mengadilinya karena kendala kesehatan.

Lopa dan Bismar Siregar merupakan contoh yang langka dari figur yang berani melawan arus. Sayang Lopa sudah tiada dan Bismar sudah pensiun. Tetapi mereka telah meninggalkan warisan yang mulia kepada rekan-rekannya. Tentu untuk diteladani.

Baharudin Lopa meninggal dunia pada usia 66 tahun, di rumah sakit Al-Hamadi Riyadh, pukul 18.14 waktu setempat atau pukul 22.14 WIB 3 Juli 2001, di Arab Saudi, akibat gangguan pada jantungnya.

Lopa, mantan Dubes RI untuk Saudi, dirawat di ruang khusus rumah sakit swasta di Riyadh itu sejak tanggal 30 Juni. Menurut Atase Penerangan Kedubes Indonesia untuk Arab Saudi, Joko Santoso, Lopa terlalu lelah, karena sejak tiba di Riyadh tidak cukup istirahat.

Lopa tiba di Riyadh, 26 Juni untuk serah terima jabatan dengan Wakil Kepala Perwakilan RI Kemas Fachruddin SH, 27 Juni. Kemas menjabat Kuasa Usaha Sementara Kedubes RI untuk Saudi yang berkedudukan di Riyadh. Lopa sempat menyampaikan sambutan perpisahan.

Tanggal 28 Juni, Lopa dan istri serta sejumlah pejabat Kedubes melaksanakan ibadah umrah dari Riyadh ke Mekkah lewat jalan darat selama delapan jam.

Lopa dan rombongan melaksanakan ibadah umrah malam hari, setelah shalat Isya. Tanggal 29 Juni melaksanakan shalat subuh di Masjidil Haram. Malamnya, Lopa dan rombongan kembali ke Riyadh, juga jalan darat.

Ternyata ketahanan tubuh Lopa terganggu setelah melaksanakan kegiatan fisik tanpa henti tersebut. Tanggal 30 Juni pagi, Lopa mual-mual, siang harinya (pukul 13.00 waktu setempat) dilarikan ke RS Al-Hamadi.

Presiden KH Abdurahman Wahid, sebelum mengangkat Jaksa Agung definitif, menunjuk Soeparman sebagai pelaksana tugas-tugas Lopa ketika sedang menjalani perawatan. Penunjukan Soeparman didasarkan atas rekomendasi yang disampaikan Lopa kepada Presiden. Padahal Lopa sedang giat-giatnya mengusut berbagai kasus korupsi.

Sejak menjabat Jaksa Agung, Lopa memburu Sjamsul Nursalim yang sedang dirawat di Jepang dan Prajogo Pangestu yang dirawat di Singapura agar segera pulang ke Jakarta. Lopa juga memutuskan untuk mencekal Marimutu Sinivasan. Namun ketiga konglomerat “hitam” tersebut mendapat penangguhan proses pemeriksaan langsung dari Wahid, alias Gus Dur.

Lopa juga menyidik keterlibatan Arifin Panigoro, Akbar Tandjung, dan Nurdin Halid dalam kasus korupsi. Gebrakan Lopa itu sempat dinilai bernuansa politik oleh berbagai kalangan, namun Lopa tidak mundur. Lopa bertekad melanjutkan penyidikan, kecuali ia tidak lagi menjabat Jaksa Agung.

Sejak menjabat Jaksa Agung, 6 Juni 2001, menggantikan Marzuki Darusman, Lopa bekerja keras untuk memberantas korupsi. Ia bersama staf ahlinya Dr Andi Hamzah dan Prof Dr Achmad Ali serta staf lainnya, bekerja hingga pukul 23.00 setiap hari.

Penghormatan terakhir
Jenazah Lopa disemayamkan di Kejaksaan Agung untuk menerima penghormatan terakhir. Soeparman yang mengenal Lopa sejak lama, menilai seniornya sebagai seorang yang konsisten dalam penegakan hukum, sangat antikorupsi, sederhana, dan selalu berusaha agar orang-orang yang berada di sekitarnya bersih.

Meski menjabat Jaksa Agung hanya 1,5 bulan, Lopa berhasil menggerakkan Kejaksaan Agung untuk menuntaskan perkara-perkara korupsi. Karena itu jajaran kejaksaan merasa sangat kehilangan.

Ajudan Lopa, Enang Supriyadi Samsi kaget ketika mendengar kabar kepergian Lopa, karena ia tahu Lopa jarang sakit, apalagi sakit jantung. Kalaupun dirawat di rumah sakit lantaran kelelahan, soalnya ia pekerja keras.

Kalimat kunci dari Lopa yang tidak pernah dilupakan Enang, “kendatipun kapal akan karam, tegakkan hukum dan keadilan.”

Soeparman dipanggil Presiden Gus Dur ke Istana Negara, Senin, menunjuknya sebagai pelaksana tugas Jaksa Agung. Tidak ada arahan khusus dari Presiden. “Laksanakan tugas, lanjutkan apa yang sudah dan akan dilakukan Pak Lopa”. Hanya itu pesan Gus Dur. Soeparman adalah Doktor Ilmu Hukum Pidana Perpajakan, UI.

Saat itu Lopa masih dirawat, belum meninggal dunia. Dengan demikian Keppres penunjukan Soeparman mengundang tanda tanya publik. Memang Wakil Jaksa Agung otomatis mengambil alih tugas-tugas atasannya bilamana yang bersangkutan berhalangan.

Keppres serupa pernah dikeluarkan Pak Harto ketika mengangkat Singgih sebagai pelaksana tugas-tugas Jaksa Agung Sukarton yang meninggal dunia.


Warisan Lopa
Kepergian Lopa sangat mengejutkan, meninggal ketika ia menjadi tumpuan harapan rakyat yang menuntut dan mendambakan keadilan. Sejak menjabat Jaksa Agung (hanya 1,5 bulan), Lopa mencatat deretan panjang konglomerat dan pejabat yang diduga
terlibat KKN, untuk diseret ke pengadilan.

Ketika menjabat Menteri Kehakiman dan HAM, ia menjebloskan raja hutan Bob Hasan ke Nusakambangan. Ktegasan dan keberaniannya jadi momok bagi para koruptor kakap.

Menurut Andi Hamzah, sebelum bertolak ke Arab Saudi, Lopa masih meninggalkan beberapa tugas berat. Kepergian Lopa untuk selamanya, memang membawa dampak serius bagi kelanjutan penanganan kasus-kasus korupsi.

Banyak perkara yang sedang digarap tidak jelas lagi ujung pangkalnya. Banyak masih dalam tahap pengumpulan bukti, sudah ada yang selesai surat dakwaan atau sudah siap dikirim ke pengadilan. Banyak perkara yang tertahan di lapis kedua dan ketiga.

Akbar sendiri, meski termasuk tokoh politik yang diburu Lopa, mendukung langkah penegakan hukum yang diprakarsai Lopa. “Kita merasa kehilangan atasas kepergian Lopa.”

Pengacara yang membela banyak kasus korupsi, Mohammad Assegaf, menyayangkan Lopa melangkah pada waktu yang salah.
He’s the right man in the wrong time. Karena itu ia kehilangan peluang untuk melakukan pembenahan.

Pengamat hukum JE Sahetapy menginginkan kelanjutan pengungkapan kasus-kasus korupsi, meski Lopa sudah tiada. Kata Sahetapy, the show must go on.

Lopa sendiri sudah punya firasat, tugasnya selaku Jaksa Agung takkan lama. Banyak orang mengaitkannya dengan masa jabatan Gus Dur yang singkat. Tetapi masa bhakti Lopa jauh lebih singkat.
Ia sudah merasa bahwa langkah yang dimulainya akan memberatkan penerusnya.

Anak Dusun
Barlop, demikian pendekar hukum itu biasa dipanggil, lahir di rumah panggung berukuran kurang lebih 9 x 11 meter, di Dusun Pambusuang, Sulawesi Selatan, 27 Agustus 1935. Rumah itu sampai sekarang masih kelihatan sederhana untuk ukuran keluarga seorang mantan Menteri Kehakiman dan HAM dan Jaksa Agung. Ibunda pria perokok berat ini bernama Samarinah. Di rumah yang sama juga lahir seorang bekas menteri, Basri Hasanuddin. Lopa dan Basri punya hubungan darah sepupu satu.

Keluarga dekatnya, H. Islam Andada, menggambarkan Lopa sebagai pendekar yang berani menanggung risiko, sekali melangkah pantang mundur. Ia akan mewujudkan apa yang sudah diucapkannya. Memang ada kecemasan dari pihak keluarga atas keselamatan jiwa Lopa begitu ia duduk di kursi Jaksa Agung. Ia patuh pada hukum, bukan pada politik.

Lopa menerima anugerah Government Watch Award (Gowa Award) atas pengabdiannya memberantas korupsi di Indonesia selama hidupnya. Simboliasi penganugeragan penghargaan itu ditandai dengan Deklarasi Hari Anti Korupsi yang diambil dari hari lahir Lopa pada 27 Agustus.

Lopa terpilih sebagai tokoh anti korupsi karena telah bekerja dan berjuang untuk melawan ketidakadilan dengan memberantas korupsi di Indonesia tanpa putus asa selama lebih dari 20 tahun. Almarhum Lopa, katanya, adalah sosok abdi negara, pegawai negeri yang bersih, jujur, bekerja tanpa pamrih, dan tidak korup.

Menurut Ketua Gowa Farid Faqih, korupsi di Indonesia telah menyebabkan kebodohan dan kemiskinan bagi seluruh rakyat, tidak mungkin diatasi jika pihaknya, lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, militer, dan pimpinan parpol tetap melakukan korupsi. Karena itu perlu dimulai hidup baru melalui gerakan moral dan kebudayaan untuk memberantas korupsi.

Istri Lopa, Indrawulan, telah memberi contoh kesederhanaan istri seorang pejabat. Watak keras dan tegas suaminya tidak dibuat-buat. Karena itu, ia berusaha sedapat mengikuti irama kehidupan suaminya, mendukungnya dan mendoakan bagi ketegaran Lopa.

Lopa telah tiada. Memang rakyat meratapi
kepergiannya. Tetapi kepergian Lopa merupakan blessing in disguise bagi para koruptor dan penguasa yang enggan menindak kejahatan korupsi.

***
Dalam usia 25, Baharuddin Lopa, sudah menjadi bupati di Majene, Sulawesi Selatan. Ia, ketika itu, gigih menentang Andi Selle, Komandan Batalyon 710 yang terkenal kaya karena melakukan penyelundupan.

Lopa pernah menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi di Sulawesi Tenggara, Aceh, Kalimantan Barat, dan mengepalai Pusdiklat Kejaksaan Agung di Jakarta. Sejak 1982, Lopa menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. Pada tahun yang sama, ayah tujuh anak itu meraih gelar doktor hukum laut dari Universitas Diponegoro, Semarang, dengan disertasi Hukum Laut, Pelayaran dan Perniagaan yang Digali dari Bumi Indonesia.

Begitu diangkat sebagai Kajati Sulawesi Selatan, Lopa membuat pengumuman di surat kabar: ia meminta masyarakat atau siapa pun, tidak memberi sogokan kepada anak buahnya. Segera pula ia menggebrak korupsi di bidang reboisasi, yang nilainya Rp 7 milyar. Keberhasilannya itu membuat pola yang diterapkannya dijadikan model operasi para jaksa di seluruh Indonesia.Dengan keberaniannya, Lopa kemudian menyeret seorang pengusaha besar, Tony Gozal alias Go Tiong Kien ke pengadilan dengan tuduhan memanipulasi dana reboisasi Rp 2 milyar. Padahal, sebelumnya, Tony dikenal sebagai orang yang ''kebal hukum'' karena hubungannya yang erat dengan petinggi. Bagi Lopa tak seorang pun yang kebal hukum.

Lopa menjadi heran ketika Majelis Hakim yang diketuai J. Serang, Ketua Pengadilan Negeri Ujungpandang, membebaskan Tony dari segala tuntutan. Tetapi diam-diam guru besar Fakultas Hukum Unhas itu mengusut latar belakang vonis bebas Tony. Hasilnya, ia menemukan petunjuk bahwa vonis itu lahir berkat dana yang mengalir dari sebuah perusahaan Tony.

Sebelum persoalan itu tuntas, Januari 1986, Lopa dimtasi menjadi Staf Ahli Menteri Kehakiman Bidang Perundang-undangan di Jakarta. J. Serang juga dimutasi ke Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan. dari berbagai sumber


*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

Naik BusWay Euy...


Sejak diopersikannya pada tanggal 27 Januari 2007 yang lalu, ini kali pertama aku mencoba busway jalur Buncit-Manggarai (kalo jalur lain mah pernah naik).

Halte busway yang setiap pagi biasanya kulewati, karena aku juga harus menyeberangi jembetan penyeberangan di depan Gedung Centra Mulia Menuju Halte Pasar Festival, kali ini aku masuki untuk mencoba busway ini.

Sebenarnya sie kalo dipikir-pikir lebih irit naik bus biasa 66 yang cuman 2 ribu rupiah dan langsung nyampe di Jembatan Penyeberangan Patra Jasa. Berbeda sekali dengan busway yang selain harganya lumayan lebih gede Rp. 3.500 tapi aku harus turun di Halte deket Kantor Kejaksaan Tinggi, kemudian nyebrang ke Gatot Subroto dan melanjutkan perjalanan dengan bus yang menuju ke arah semanggi.

Yach, namanya juga nyoba ngitung waktu tempuh dari kos ke kantor, cepetan mana sie naik bus biasa ma busway??

Ternyata sie memang cepetan busway untuk itungan jarak dari Pasar Festival sampe Gatot Subroto, cuman gak terhalang macet seperti bus biasa yang sudah terhenti sejak dari Hotel Grand Melia.

Namun, ternyata tadi pagi aku gak cuman nyoba naik busway, tapi juga mencoba berjalan dari perempatan Gatot Subroto menuju kantor, lumayan berkeringat sie....hahaha...

Besok mo nyoba lage gak ya???

Thursday, March 8, 2007

Halo Pemalas....!!!


Dikala mendapatkan pekerjaan menjadi suatu hal yang sulit, kemampuan bertahan dalam pekerjaan menjadi keniscayaan. Anda tidak perlu berpindah tempat kerja jika anda mengalami kejenuhan atau mungkin saat anda berpikir karir anda sudah tamat. Ada banyak opportunity cost yang perlu dipertimbangkan.

Yang pasti saat anda keluar dari pekerjaan anda saat ini, anda akan memulai sebuah perjuangan baru. Hal tersebut membawa konsekuensi hilangnya waktu yang telah anda rintis dengan penuh kerja keras. Anda perlu berpikir lebih dalam akan perjuangan ekstra yang harus anda keluarkan untuk mengganti waktu yang telah anda korbankan.

Tapi mungkin anda akan bertanya untuk apa anda bertahan di perusahaan yang tidak memberikan kompensasi sepadan dengan kerja keras anda. Corinne Maier akan membuka rahasianya pada anda.

Dalam buku “Kerja Santai Hasil Oke” ini, Maier menganjurkan untuk bekerja seminimal mungkin untuk perusahaan anda. Menurutnya, jika anda tidak mendapatkan apa-apa dengan bekerja maka anda tidak akan rugi banyak dengan bermalas-malasan. Anda dapat merevolusi perusahaan anda hanya dengan berproduktivitas nol tanpa membahayakan kedudukan anda sendiri. Revolusi anarkis, dengan eksodus misalnya, tidak akan merubah sistem dalam perusahaan anda. Kuncinya lakukan seni untuk tidak melakukan apapun.

Semua karyawan didunia bisa mempraktekan seni tersebut. Menurutnya karyawan tidak memberikan apa pun kepada perusahaan selain waktu dan absensi kehadiran mereka. Mereka agak berbohong jika mereka berkata kebanjiran pekerjaan. Itu adalah cara mereka berkata bahwa mereka telah mengorbankan sesuatu. Maier mencontohkan, di Jerman karyawan yang pulang terlambat dianggap tidak efisien. Di Prancis dan banyak negara lain, pulang kantor jam 8 atau 9 malam ketika banyak pekerjaan akan dipandang baik. Itu menandakan anda mencintai pekerjaan anda. Tetapi realitas yang terjadi berbeda. Dalam beberapa perusahaan besar anda akan melihat orang pulang telat agar dapat memfotokopi gratis, menelpon secara pribadi, surfing internet ataupun membaca Koran.

Maier juga menganjurkan untuk mengeluarakan kemampuan seminimal mungkin untuk mendapatkan pekerjaan atau menaikan jabatan. Maier berargumen promosi pekerjaan lebih sering ditentukan oleh faktor relasional dan sentimen pribadi daripada kemampuan berproduktivitas. Anda hanya perlu memupuk “kemampuan untuk dipekerjakan (employability)”. Anda wajib menjadi wiraniaga bagi diri anda sendiri, untuk “menjual diri” seolah-olah kepribadian anda adalah produk yang memiliki nilai pasar. Jadi tidak perlu kerja lebih keras tapi cukup dengan membangun citra anda.

Buku yang dalam versi aslinya berjudul Bonjour paresses (Halo pemalas) ini merupakan sarkastis yang menghibur. Anda akan menemukan formula segar yang berbeda dari buku-buku motivasional yang pernah ada. Hampir dari keseluruhan buku ini menegasikan jargon-jargon yang menyuruh anda bekerja lebih keras dalam pencapaian karier. Ini adalah seruan bagi para karyawan diseluruh dunia untuk bangkit. Singkirkan komputer anda dan abaikan misi perusahaan. Sebagaimana dituliskan diawal bab pertama, buku provokatif ini ingin “mendemoralisasi” pola pikir manajer level menengah untuk mengeksploitasi balik perusahaannya.


Ditulis oleh Corinne Maier yang bekerja paruh waktu sebagai ekonom di perusahaan Electricite de France. Buku ini ditulis berdasarkan pengamatannya pada berbagai level karyawan di Prancis. Tulisannya membalikan semua teori produktivitas. Secara skeptis dia mempertanyakan etika moral dan membuka semua borok bisnis bergaya kapitalis. Buku ini bisa membantu anda mentertawakan diri anda sendiri.

Mengenal di Akhir....(???)


Pagi ini sesampainya di kantor langsung aku duduk di mejaku untuk membuka berita-berita online seputar terbakarnya pesawat GIA di bandara Adi SUcipto, Yogyakarta. Diantara para korban tewas ada seorang mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri, yang juga ahli dalam hukum lingkungan.

Setelah beberapa saat kucermati "ahli hukum lingkungan", ingatanku langsung tertuju pada buku tebal hijau yang pernah aku cari-cari di Perpustakaan Daerah Semarang untuk mengerjakan tugas Hukum Lingkunganya Pak Untung. Iya...bener itu orangnya yang buat buku kan....

Bahkan aku tau itu buku rujukan Hukum Lingkungan juga dari Rara yang saat itu kebetulan juga lagi ambil mata kuliah yang sama.

Tidak hanya kali aku selalu merasa terlambat untuk lebih mengenal seseorang, bahkan ketika Cak Nur meninggalpun rasanya aku telah kehilangan seorang guru yang belum sempat mengajarkan secara langsung kepadaku tentang ilmu-ilmu yang dikuasainya.

Tapi "idza ja'a 'ajaluhum la yasta'khiruna sa'atan aw yasta'dimun". Semoga jasa-jasa beliau dalam memberikan ilmunya kepada murid, mahasiswa dan masyarakat menjadi amal jariah yang tak terputus, Amin.

Selamat Jalan Bapak Ahli Hukum Lingkungan......Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri.

Sport'ifitas' KehiduPan


Tadi pagi telah muncul tim-tim yang bakal bertanding pada partai perempat final Liga Champions Eropa. Klub dari Liga Premiere Inggris mendominasi dengan 3 team (2 meraH & 1 biru), kemudian Liga Italy ada 2 klub dan selanjutnya Spanyol, Jerman dan Belanda hanya diwakili oleh satu klub besar.

Perebutan gelar juara Liga Champions menjadi adu gengsi diantara klub-klub besar di Eropa untuk membuktikan bahwa team di klubnyalah yang terbaik dalam ranah Eropa. Dengan ditonton oleh jutaan mata dari seluruh penjuru dunia, keuletan dan skill yang dimiliki setiap pemain dikeluarkan dengan sebaik mungkin untuk menyajikan hiburan yang menarik dan juga untuk mendongkrak harga dari tiap-tiap pemain itu sendiri.

Dua klub besar yang pada tahun 2005-2006 telah menjajal putaran final Liga Champions (Arsenal "The Guners" dan Barcelona) harus tersingkir lebih dahulu. Sungguh menyakitkan kalau harus tersingkir hanya karena kalah agregat tandang, seperti yang dialami oleh Barcelona saat melawan Liverpol.

Dalam permainan pasti akan muncul Pemenang. Kemenangan dan kekalahan menjadi hal yang biasa terjadi, sehingga dibutuhkan mental yang kuat untuk dapat menghadapinya, karena tidak semua team memiliki mental seperti itu, seperti perkelahian antar pemain Valencia vs Inter Milan.

Bahkan klub paling kaya pun dan bertabur bintang "Los Galacticos" Real Madrid tidak berdaya untuk dapat meraih gelarnya di Liga Champions, bahkan di Liga Domestikpun mereka bagaikan pecundang. Dalam pepatah dikatakan bahwa "ALHAQQU BILA NIDHOMIN GHULIBATIN BA'THILU BI NIDHOMIN". Jadi, mau seberapun besar dan tenarnya klub, tapi tanpa managemen yang bagus pasti akan ditumbangkan dengan klub-klub kecil yang dibina dengan managemen yang handal.

Sportifitas tidak hanya berlaku dalam dunia sport belaka. Dalam kehidupan pun kita harus menyadari bahwasanya persiapan untuk bertempur dan menghadapi kekalahan harus dipersiapkan dengan matang sebelum kita melangkahkan kaki keluar dari pintu rumah. Seorang yang hebat adalah seseorang yang bisa bangkit dari kegagalan, bukan orang yang terus merenungi kegagalannya itu.

Wednesday, March 7, 2007

AyaH.... (Love U Much Yah...) -dapet dari Mas Dani-


Ayah ingin anak-anaknya punya lebih banyak kesempatan daripada dirinya, menghadapi lebih sedikit kesulitan, lebih tidak tergantung pada siapapun - dan (tapi) selalu membutuhkan kehadirannya.

Ayah membiarkan kamu menang dalam permainan ketika kamu masih kecil,
tapi dia tidak ingin kamu membiarkannya menang ketika kamu sudah besar.

Ayah tidak ada di album foto keluarga, karena dia yang selalu memotret.
Ayah selalu tepat janji! Dia akan memegang janjinya untuk membantu seorang teman, meskipun ajakanmu untuk pergi sebenarnya lebih menyenangkan.

Ayah selalu sedikit sedih ketika melihat anak-anaknya pergi bermain dengan teman-teman mereka.karena dia sadar itu adalah akhir masa kecil mereka.

Ayah mulai merencanakan hidupmu ketika tahu bahwa ibumu hamil
(mengandungmu) , tapi begitu kamu lahir, ia mulai membuat revisi. Ayah membantu membuat impianmu jadi kenyataan bahkan diapun bisa meyakinkanmu untuk melakukan hal-hal yang mustahil, seperti mengapung di atas air setelah ia melepaskanya.

Ayah mungkin tidak tahu jawaban segala sesuatu, tapi ia membantu kamu
mencarinya. Ayah mungkin tampak galak di matamu, tetapi di mata teman-temanmu dia tampak baik dan menyayangi.

Ayah lambat mendapat teman, tapi dia bersahabat seumur hidup Ayah benar-benar senang membantu seseorang... tapi ia sukar meminta bantuan.

Ayah di dapur. Membuat memasak seperti penjelajahan ilmiah.
Dia punya rumus-rumus dan formula racikannya sendiri, dan hanya dia sendiri yang mengerti bagaimana menyelesaikan persamaan-persamaan rumit itu. Dan hasilnya?... .mmmmhhh..." tidak terlalu mengecewakan" ^_~

Ayah mungkin tidak pernah menyentuh sapu ketika masih muda, tapi ia
bisa belajar dengan cepat.

Ayah paling tahu bagaimana mendorong ayunan cukup tinggi untuk
membuatmu senang tapi tidak takut.

Ayah akan memberimu tempat duduk terbaik dengan mengangkatmu dibahunya,
ketika pawai lewat.

Ayah tidak akan memanjakanmu ketika kamu sakit, tapi ia tidak akan
tidur semalaman. Siapa tahu kamu membutuhkannya.

Ayah menganggap orang itu harus berdiri sendiri, jadi dia tidak mau
memberitahumu apa yang harus kamu lakukan, tapi ia akan menyatakan rasa tidak setujunya.

Ayah percaya orang harus tepat waktu. karena itu dia selalu lebih awal
menunggumu.


aAYAH ITU MURAH HATI.....
Ia akan melupakan apa yang ia inginkan, agar bisa memberikan apa yang kamu butuhkan.... . Ia menghentikan apa saja yang sedang dikerjakannya, kalau kamu ingin bicara...

Ia selalu berfikir dan bekerja keras untuk membayar spp mu tiap
semester, meskipun kamu tidak pernah membantunya menghitung berapa banyak kerutan di dahinya.... Ayah mengangkat beban berat dari bahumu dengan merengkuhkan tangannya disekeliling beban itu....

Ayah akan berkata ,, tanyakan saja pada ibumu"
Ketika ia ingin berkata ,,tidak" Ayah tidak pernah marah, tetapi mukanya akan sangat merah padam ketika anak gadisnya menginap di rumah teman tanpa izin Dan diapun hampir tidak pernah marah, kecuali ketika anak lelakinya kepregok menghisap rokok dikamar mandi. Ayah mengatakan ,, tidak apa-apa mengambil sedikit resiko asal kamu sanggup kehilangan apa yang kamu harapkan"

Pujian terbaik bagi seorang ayah adalah ketika dia melihatmu melakukan
sesuatu hal yang baik persis seperti caranya.... Ayah lebih bangga pada prestasimu, daripada prestasinya sendiri.... Ayah hanya akan menyalamimu ketika pertama kali kamu pergi merantau meningalkan rumah, karena kalau dia sampai memeluk mungkin ia tidak akan pernah bisa melepaskannya.

Ayah tidak suka meneteskan air mata ....
ketika kamu lahir dan dia mendengar kamu menangis untuk pertama kalinya,dia sangat senang sampai-sampai keluar air dari matanya (ssst..tapi sekali lagi ini bukan menangis)

Ketika kamu masih kecil, ia bisa memelukmu untuk mengusir rasa
takutmu...ketika kau mimpi akan dibunuh monster... tapi.....ternyata dia bisa menangis dan tidak bisa tidur sepanjang malam, ketika anak gadis kesayangannya di rantau tak memberi kabar selama hampir satu bulan.

Ayah pernah berkata :" kalau kau ingin mendapatkan
pedang yang tajam dan berkwalitas tinggi, janganlah mencarinya dipasar apalagi tukang loak, tapi datang dan pesanlah langsung dari pandai besinya. begitupun dengan cinta dan teman dalam hidupmu,jika kau ingin mendaptkan cinta sejatimu kelak, maka minta dan pesanlah pada Yang Menciptakannya"

Untuk masa depan anak lelakinya Ayah berpesan: ,,jadilah lebih kuat dan tegar daripadaku, pilihlah ibu untuk anak-anakmu kelak wanita yang lebih baik dari ibumu , berikan yang lebih baik untuk menantu dan cucu-cucuku, daripada apa yang yang telah ku beri padamu"

Dan Untuk masa depan anak gadisnya ayah berpesan :" jangan cengeng
meski kau seorang wanita, jadilah selalu bidadari kecilku dan bidadari terbaik untuk ayah anak-anakmu kelak! laki-laki yang lebih bisa melindungimu melebihi perlindungan Ayah, tapi jangan pernah kau gantikan posisi Ayah di hatimu"

Ayah bersikeras,bahwa anak-anakmu kelak harus bersikap lebih baik
daripada kamu dulu.... Ayah bisa membuatmu percaya diri... karena ia percaya padamu... Ayah tidak mencoba menjadi yang terbaik, tapi dia hanya mencoba melakukan yang terbaik.... Dan terpenting adalah... Ayah tidak pernah menghalangimu untuk mencintai Tuhan, bahkan dia akan membentangkan seribu jalan agar kau dapat menggapai cintaNya, karena diapun mencintaimu karena cintaNya.

Bencana Lagi nie...hiks..hiks...


Sejak awal tahun 2007 ini, ntah kenapa Indonesia dirundung bencana yang berkepanjangan, bahkan menewaskan ratusan orang. Diawali dengan hilangnya pesawat Adam Air jurusan Jakarta - Manado, Kemudian tenggelamnya KM Senopati di Laut Jawa, terbakarnya KM Levina di Perairan Pulau Seribu plus tenggelamnya beberapa Jurnalist yang ingin meliput KM Levina bersama dengan bangkai kapalnya (Alhamdulillah Abangku hari itu libur, jadi gak ikut liputan) dan pada selasa pagi (07/03/07), tepatnya pukul 10.15 terjadi gempa di Padang, Sumatera Barat, dan yang paling aktual pagi ini, Rabu tepat pukul 06.50 Pesawat Garuda Indonesia Airlines (GIA) terbakar habis di Bandara Adi Soecipto, Yogyakarta.

Sugguh ironis..aku saja yang mendengarnya seakan merasakan penderitaan yang sedang dialami keluarga korban. Memang tidak bisa dibayangkan perasaan yang berkecamuk, namun sesungguhnya itu semua adalah musibah yang bisa jadi merupakan ujian dan mungkin juga hukuman bagi manusia. Aku jadi teringat Ibunda tercinta yang selalu mengingatkanku untuk selalu berdoa, bertawakal (berserah diri) kepada Allah SWT bila ingin meninggalkan rumah, sehingga apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan kita masih dalam lindunganNya. Bahkan beliau menyempatkan diri untuk bertanya,"dah berdoa belum?" dan kujawab dengan senang,"sudahlah Bu..". Pada pertengahan tahun 2003 keluargaku juga pernah mendaptkan ujian dengan terjadinya kecelakaan yang menimpa Ayahku tercinta di daerah Batang, yang menyebabkan paha kanan Ayahku patah dan harus dioperasi di Solo, yang memang terkenal dengan Rumah Sakit tulangnya. Namun, dengan kesabaran dan ketabahan keluarga kami dapat menjalaninya dengan tenang. Semoga bencana yang melanda akhir-akhir ini dapat diambil hikmahnya sehingga dapat menjadi pelajaran yang berharga di waktu yang akan datang, Amin.

Tuesday, March 6, 2007

Lebih Baik Terlambat Sayang....

Sewaktu kecil kita berlatih berjalan dengan panduan orang tua, belum apa-apa udah jatuh aja. Bahkan ketika belajar untuk mengedarai sepeda, lututku sering terluka gara-gara sering terjatuh. Tapi semua itu tidak mengendorkan semangatku untuk terus berusaha berlatih demi sebuah pembelajaran yang berarti. Dan pada akhirnya memang lancar, Alhamdulillah.

Ternyata proses belajar nggak sampai situ aja kan...bahkan ketika mulai memasuki dunia sekolah aku juga harus belajar untuk membaca dan menulis, yang akhirnya sangat membantu sekali dalam pencapaian karirku. Aku masih ingat dengan jelas Bu Eko Umi Marwanti (Almh), ibu guru kelas 1 di SD Penaruban 02 yang pertama kali mengenalkan huruf dan angka di sekolah, selain Ibuku tercinta tentunya yang juga guru agama di SD karangdowo melatih kemapuanku di rumah.

Setelah melewati proses pembelajaran yang panjang,ternyata memasuki dunia kerja pun masih diperlukan insting pembelajaran yang dulu pernah aku alami. Ketidaktekunanku di bangku kuliah untuk memahami dan mengerti tentang ilmu hukum berimbas pada pekerjaanku sekarang. Akhirnya aku harus berusaha untuk belajar mengenai hukum perdata dan hukum-hukum lain yang sangat dibutuhkan untuk menunjang pekerjaanku.

Memang itu terlambat, tapi aku pikir lebih baik terlambat deh dari pada tidak melakukannya sama sekali. Jadi kenapa harus takut untuk belajar lagi?? bahkan ada pepatah dalam Bahasa Arab yang berbunyi: " Uthlubil 'ilma minal mahdi ilal lahdzi" yang artinya "Tuntutlah Ilmu dari buaian sampai liang lahat". Jadi menuntut ilmu pun tidak hanya sampai kita pensiun dari kerja, tapi lebih dari itu, sampai kita dikubur diliang lahat loh...

Ayahku saja yang umurnya sekarang 57 tahun masih belajar komputer, bahkan minta untuk dirakitin komputer untuk di kantornya di PAY Muhammadiyah Weleri. Beliau begitu tertariknya melihat diriku mengotak atik komputer, ketika aku lagi install program pun Beliau sangat antusias memperhatikannya, tapi sayangnya, Beliau tidak bisa bahasa Ingrris sehingga menjadi kendala yang utama untuk menjalankan program di komputer. Tapi kalo masih sekitar proses ketik mengetik mah masih bisalah, iya kan Ayah??... (miss U Ayah..)

Kesabaran di Pagi Hari

Sudah hampir 5 (lima) bulan waktu kuhabiskan di Jakarta, Ibu kota Indonesia, untuk mengais-ngais sebagian dari rizki Allah SWT yang dilimpahkan kepada hambanya setiap waktu.
Meski hanya sebagai paralegal, di sebuah kantor Law firm terkenal di Jakarta, bahkan di Indonesia, aku harus bangun pagi-pagi untuk mempersiapkan segala hal yang berhungan dengan keberangkatan ke kantor dan pekerjaan yang bakal aku jalani. Mulai dari memilih pakaian sampai dengan memasak air hangat untuk mandi, kalau kondisi cuaca di pagi itu dingin.

Pagi ini segala telah dipersiapkan dengan sedemikian rupa sehingga tepat pukul 8.05 wib aku sudah bisa melenggang ke kantor dengan jalur yang biasa dilewati bus Kopaja 66, Blok M - Manggarai. Tidak seperti biasanya, kali ini aku harus mengawali perjalananku dengan berdiri di dalam bus, karena memang aku rada males menunggu bus yang lainnya. Setelah beberapa waktu perjalanan berlalu, akhirnya aku dapat tempat duduk tepat belakang supir bus yang asik memainkan pandanganya ke jalanan, yang dengan santainya memencet klakson berkali-kali untuk membersihkan jalurnya dari mobil-mobil lain yang menghalanginya.

Biasanya sie aku duduk di kursi paling belakang agar mendpatkan sedikit hawa segar dari angin yang masuk melewati pintu belakang, namun karena tempat dudukku yang berada di belakang supir, maka prkatis aku tidk merasakan adanya angin yang menghampiriku. Sesaat aku berusaha untuk menenangkan diri dengan kondisi yang ada (kemacetan), bahkan kadang berfikir untuk membawa motor yang pernah mengantarku memperoleh gelar sarjana (SH) ke Jakarta agar perjalananku ke kantor tidak sesulit saat ini.

Tepat dugaanku, sesmpainya di depan Gedung INDORAMA kemacetan yang panjang telah terlihat. Dalam pikiranku, "wah, pasti nanti aku harus menunggu 6-7 kali lampu merah nie!', berat rasanya harus berlama-lama di bus hanya karena antrean panjang di perempatan Gatot Subroto hanya untuk menunggu giliran mendapatkan berkah dari cahaya lampu yang disebut "Hijau".

Sungguh ironis, kesabaran setiap orang harus diuji untuk mendapatkan berkah dari tuhan melalui segala tetek bengek pekerjaan yang ada di muka bumi ini. Namun berkah-berkah yang ada sungguh telah sedikit ternodai dengan munculnya ego masing-masing untuk saling berebutan jalan satu dengan lainnya, sehingga munculah kesemrawutan yang pada akhirnya menghambat semua pihak.

Coba saja seandainya, setiap pihak paham dan mengerti hak dan kewajibanya dalam menggunakan public property dengan baik tentunya keteraturanlah yang akan ada.

Kesabaran di Pagi Hari

Sudah hampir 5 (lima) bulan waktu kuhabiskan di Jakarta, Ibu kota Indonesia, untuk mengais-ngais sebagian dari rizki Allah SWT yang dilimpahkan kepada hambanya setiap waktu.

Meski hanya sebagai paralegal, di sebuah kantor Law firm terkenal di Jakarta, bahkan di Indonesia, aku harus bangun pagi-pagi untuk mempersiapkan segala hal yang berhungan dengan keberangkatan ke kantor dan pekerjaan yang bakal aku jalani. Mulai dari memilih pakaian sampai dengan memasak air hangat untuk mandi, kalau kondisi cuaca di pagi itu dingin.

Pagi ini segala telah dipersiapkan dengan sedemikian rupa sehingga tepat pukul 8.05 wib aku sudah bisa melenggang ke kantor dengan jalur yang biasa dilewati bus Kopaja 66, Blok M - Manggarai. Tidak seperti biasanya, kali ini aku harus mengawali perjalananku dengan berdiri di dalam bus, karena memang aku rada males menunggu bus yang lainnya. Setelah beberapa waktu perjalanan berlalu, akhirnya aku dapat tempat duduk tepat belakang supir bus yang asik memainkan pandanganya ke jalanan, yang dengan santainya memencet klakson berkali-kali untuk membersihkan jalurnya dari mobil-mobil lain yang menghalanginya.

Biasanya sie aku duduk di kursi paling belakang agar mendpatkan sedikit hawa segar dari angin yang masuk melewati pintu belakang, namun karena tempat dudukku yang berada di belakang supir, maka prkatis aku tidk merasakan adanya angin yang menghampiriku. Sesaat aku berusaha untuk menenangkan diri dengan kondisi yang ada (kemacetan), bahkan kadang berfikir untuk membawa motor yang pernah mengantarku memperoleh gelar sarjana (SH) ke Jakarta agar perjalananku ke kantor tidak sesulit saat ini.

Tepat dugaanku, sesmpainya di depan Gedung INDORAMA kemacetan yang panjang telah terlihat. Dalam pikiranku, "wah, pasti nanti aku harus menunggu 6-7 kali lampu merah nie!', berat rasanya harus berlama-lama di bus hanya karena antrean panjang di perempatan Gatot Subroto hanya untuk menunggu giliran mendapatkan berkah dari cahaya lampu yang disebut "Hijau".

Sungguh ironis, kesabaran setiap orang harus diuji untuk mendapatkan berkah dari tuhan melalui segala tetek bengek pekerjaan yang ada di muka bumi ini. Namun berkah-berkah yang ada sungguh telah sedikit ternodai dengan munculnya ego masing-masing untuk saling berebutan jalan satu dengan lainnya, sehingga munculah kesemrawutan yang pada akhirnya menghambat semua pihak.

Coba saja seandainya, setiap pihak paham dan mengerti hak dan kewajibanya dalam menggunakan public property dengan baik tentunya keteraturanlah yang akan ada.