Wednesday, September 23, 2009

Mencari dan memberi yang terbaik


Bosan Hidup (www.suaramerdeka.com)

Seorang pria mendatangi seorang Guru. "Guru, saya sudah bosan hidup.
Benar-benar jenuh. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apapun yang
saya lakukan selalu gagal. Saya ingin mati saja."
Sang Guru tersenyum, "Oh, kamu sakit."

"Tidak Guru, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu
sebabnya saya ingin mati." Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, sang Guru meneruskan, "Kamu sakit. Dan penyakitmu itu bernama 'alergi hidup'".

"Kamu alergi terhadap kehidupan. Banyak sekali di antara kita yang alergi
terhadap kehidupan. Kemudian, tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang
bertentangan dengan norma kehidupan. Hidup ini berjalan terus. Sungai kehidupan
ini mengalir terus, tetapi kita menginginkan keadaan status-quo. Kita berhenti
di tempat, kita tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita
mengundang penyakit. Penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan
membuat kita sakit. Usaha pasti ada pasang-surutnya. Dalam berumah-tangga,
pertengkaran kecil itu memang wajar. Persahabatan pun tidak selalu langgeng.
Apa sih yang abadi dalam hidup ini? Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita
ingin mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa dan menderita."

"Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu benar-benar bertekad ingin sembuh
dan bersedia mengikuti petunjukku," kata sang Guru."Tidak, Guru. Tidak. Saya sudah betul-betul jenuh. Tidak, saya tidak ingin hidup lebih lama lagi," pria itu menolak tawaran sang Guru.
"Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati?" tanya Guru.
"Ya, memang saya sudah bosan hidup," jawab pria itu lagi.

"Baiklah. Kalau begitu besok sore kamu mati saja. Ambillah botol obat ini.
Malam nanti, minumlah separuh isi botol ini. Sedangkan separuh sisanya kau
minum besok sore jam enam. Maka esok jam delapan malam kau akan mati dengan
tenang." Kini, giliran pria itu menjadi bingung. Sebelumnya, semua Guru yang ia datangi selalu berupaya untuk memberikan semangat hidup. Namun, Guru yang satu ini
aneh. Alih-alih memberi semangat hidup, malah menawarkan racun. Tetapi, karena
ia memang sudah betul-betul jenuh, ia menerimanya dengan senang hati.

Setibanya di rumah, ia langsung menghabiskan setengah botol racun yang disebut
"obat" oleh sang Guru tadi. Lalu, ia merasakan ketenangan yang tidak pernah ia
rasakan sebelumnya. Begitu rileks, begitu santai! Tinggal satu malam dan satu
hari ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari segala macam masalah.

Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di restoran Jepang.
Sesuatu yang tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir. Ini adalah
malam terakhirnya. Ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil makan, ia
bersenda gurau. Suasananya amat harmonis. Sebelum tidur, ia mencium istrinya
dan berbisik, "Sayang, aku mencintaimu". Sekali lagi, karena malam itu adalah
malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis.

Esoknya, sehabis bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar.
Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk melakukan jalan
pagi. Setengah jam kemudian ia kembali ke rumah, ia menemukan istrinya masih
tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat dua cangkir kopi.
Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya. Karena pagi itu adalah pagi
terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Sang istri pun merasa aneh
dengan sikap manis suaminya, kemudian berkata, "Sayang, selama ini mungkin aku
salah. Maafkan aku ya."

Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang. Karena
siang itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis. Ia
menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan menghargai pendapat-pendapat yang
berbeda. Stafnya pun bingung. "Hari ini, Bos kita kok aneh ya?" Sikap mereka
pun berubah kepada Bos, lebih penurut dan tidak ngeyel.

Hidup menjadi lebih indah. Ia mulai menikmatinya.Pulang ke rumah jam 5 sore, ia menemukan istri tercinta menungguinya di beranda depan. Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya sambil berkata, "Sayang, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan". Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan, "Ayah, maafkan kami semua. Selama ini, ayah selalu tertekan karena perilaku kami."

Sungai kehidupan mengalir kembali. Hidup terasa sangat indah. Pria itu pun
mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi, bagaimana dengan setengah botol
yang sudah ia minum sore sebelumnya?

Ia mendatangi Sang Guru lagi. Melihat wajah pria itu, rupanya sang Guru
langsung mengetahui apa yang telah terjadi dan berkata, "buang saja botol itu.
Isinya air biasa. Kau sudah sembuh."

"Apabila kau hidup dalam kekinian, apabila kau hidup dengan kesadaran bahwa
maut dapat menjemputmu segera, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan.
Leburkan egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu. Jadilah lembut, selembut air. Dan
mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan jenuh, tidak akan bosan.
Kau akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan.
Itulah jalan menuju ketenangan," jelas Sang Guru panjang lebar.

Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami Sang Guru, lalu pulang ke
rumah, untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya. Ia pun selalu merasa
bahagia, tenang, dan hidup.



"Manusia yang terbaik adalah yang paling banyak membaca, paling bertakwa,
paling sering beramar ma'ruf nahi munkar, dan paling gemar menjalin hubungan
silaturahmi." (Muhammad SAW).

No comments: